Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

MENJAMURNYA ARTIS PORNO IMPOR BUKTI PENGAWASAAN LEMAH

ARTIKEL
*Perlu Ada Efek Jera Buat Produser Dan Sineas
Oleh. Rizal Siregar

Foto: Maxima Picures
Mencari untung dengan menjual adegan seks marak lagi. Kalaulah seks itu menjadi sebuah tema, itu tidak menjadi masalah, tapi adegan seks atau cabul itu hanya tempelan semata. Jadi ingat 15 tahun lalu, tatkala bioskop-bioskop daerah menyisipkan adegan cabul agar penonton mau datang ke bioskop. Waktu itu, perfilman nasional "digencet" karena tidak bisa edar di bioskop kelompok 21. Dan impor film asing pun dimonopoli oleh sabuah perusahaan.
Tapi kondisi sekarang jauh berbeda dengan 15 tahun. Film nasional bebas edar di bioskop mana saja dan importir film pun bebas mengimpor film apa saja. Sehingga tidak ada alasan film disisipkan adegan cabul yang benang merahnya ceritanya  hanya akal-akalan saja.
Ditengah kebebasan memproduksi film  tema apa saja, membanjir juga film yang menjual sensualitas. Beda dengan era 90-an, produser memproduksi film tema sensualitas untuk mendongkrak peroleh penonton karena filmnya diedarka  khusus kelas bawah (dibaca: layar tancap).
Dimulai oleh Maxima Picture yang memproduksi "Mencuri Miyabi" maka produser lain pun ikut-ikutan mengimpor artis asing. Tak jarang juga produser 'pengekor' tema sejenis  memanipulasi artis kagetan  lantas diklaim sebagai artis asing.
Adegan Film Panas
Kondisi itu membuat  bintang  super porno luar negeri  bisa bercokol di negeri ini, seperti Maria Ozawa alias Miyabi dan Tera Patrick. Dalam waktu dekat ini, kalau tidak dihalangi, maka akan tampil juga bintang film porno asing seperti  Sola Aoi dan bintang porno asal Amerika Serikat, Sasha Grey.
MELEMAHKAN
Sesungguhnya membanjirnya film-film berbau porno dalam perfilman nasional akan menghancurkan dunia film itu sendiri. Sebab, jika penotnon datang ke bioskop dan hanya menyaksikan film-film seperti itu, maka kembali penonton akan kecewa. Penonton film 20 tahun lalu berbeda dengan penonton  tahun 2011.  Penonton 20 tahun lalu rata-rata penonton dewasa dan resmi datang ke gedung bioskop. Kondisi sekarang, bioskop-bioskop ada di mall dan supermaret yang megah. Jelas penonton filmnnya rata-rata adalah keluarga yang hendak berbelanja atau para remaja yang masih puber.
Kenyataannya dalam sejarah perfilman nasional, film seks (dibaca: porno) tidak pernah menikatkan kwalitas perfilman nasional. Bahkan sebaliknya, masyarakat akan anti dengan perfilman nasional. Imej film nasional yang sempat jelek di era 90-an, telah "bersihkan" oleh sineas muda seperti Mira Lesmana, Riri Reza, Rudy Sudjarwo, Rizal Mantovani, Monty Tiwa dan Hanung Bramantyo dengan karya-karya yang apik. Baik dalam bertutur maupun sinematografinya akan menjadi sia-sia.
Kalau imej film nasional sudah hancur, cukup sulit untuk mengembalikan kepercayaan penonton intelek atau penonton umum untuk melirik film produksi anak bangsa.
PENGAWASAN LEMAH
Membajirnya artis impor dan mungkin  adanya kru asing dalam perfilman nasional tak lain karena peranan Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) dan Karyawan Film dan Televusi (KFT) tidak ada sama sekali. Sebab untuk menjadi artis film  atau karyawan film tidak perlu lagi adanya rekomendasi dari dua organiasasi profesi tersebut sejak bergulirnya reformasi.
Foto: K2K Production
Walhasil, Parfi dan KFT tidak bisa lagi mengawasi langsung siapa-siapa saja artis yang berlakon  atau bekerja dalam perfilman nasional. Sehingga kedua organiasi profesi itu diera orde baru cukup punya pengaruh kini menjadi macan ompong. Kelak bisa jadi, keduanya akan menjadi organisasi profesi kenangan.
Lembaga Sensor Film  (LSF) yang menjadi benteng terakhir perfilman nasional tidak banyak berbuat apa-apa. Tidak ada satu pun film yang sudah diproduksi ditolak mentah-mentah. Sehingga tidak ada efek jera kepada produser film untuk tidak lagi menyisipkan adegan porno, sadis, menebarkan kebencian atau SARA. Kini, LSF hanya sebagai lembaga stempel tok. 
Banyak produser maupun sutradara bersembunyi di balik ketiak LSF jika filmnya diprotes masyarakat. Selalu saja berdalih; "Film saya sudah disenor oleh LSF," Itulah kalimat pamungkas jika sineas atau produser diserang masyarakat atau organisasi massa saat filmnya ditolak. (***)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar